Selasa, 16 Agustus 2011

66 Tahun Yang Lalu, Ramadhan Saat Itu....

Kurang lebih pukul 10.00 waktu setempat di halaman sebuah rumah yang sederhana namun asri, Ir. Soekarno didampingi oleh sahabatnya Drs. Mohammad Hatta, membacakan beberapa kalimat yang cukup singkat dan sederhana namun sangat bermakna bagi bangsa ini. Kedua orang tersebut mewakili seluruh rakyat Indonesia mengunggkapkan pada seluruh dunia bahwa Indonesia sudah merdeka lepas dari pendudukan bangsa asing.

Benar pada saat itu tanggal 17 Agustus tahun 1945, dengan persiapan yang sederhana dan seadanya, tiang bendera dari bambu, bendera merah-putih hasil jahitan tangan ibu Fatmawati, dikumandangkanlah proklamasi kemerdekaan RI. Dihadiri tidak lebih dari puluhan orang upacara tersebut berlangsung secara khidmad.

Mungkin jarang diketahui oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, bahwa pada hari itu juga bertepatan dengan bulan Ramadhan. Kalau kita lihat tanggalan hijriah, tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan dengan tanggal 9 Ramadhan 1366 H. Hal ini memang jarang disebutkan dalam buku-buku mata pelajaran sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah dengan berbagai macam alasan, akan tetapi kita beruntung saat ini banyak sejarawan yang berusaha mengungkapkan hal ini.
Mungkin benar bahwa bulan Ramadhan merupakan bulan yang pernuh berkah dan rahmat. Seakan-akan Allah SWT ingin menjawab sekian lama doa dari masyarakat “pribumi” Indonesia, dengan memeberikan kemerdekaan pada bulan Ramadhan pada tahun 1945 tersebut.

Masyarakat Indonesia saat itu memang dikenal sangat religius, tidak mengherankan dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-2 disebutkan bahwa kemerdekaan bangsa ini merupakan hasil dari rahmat Allah SWT dan keinginan yang kuat dari bangsa ini untuk lepas dari penjajahan.

Bila kita renungkan secara mendalam, tanpa mengesampingkan perjuangan dari Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Pattimura, Teuku Umar dan para pahlawan yang telah berusaha melawan penjajahan melalui cara-cara fisik maupun peperangan, seakan-akan Allah SWT telah mempersiapkan kemerdekaan bangsa ini jauh-jauh hari sebelumnya. Bila saja perjuangan Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Pattimura, Teuku Umar dsb tersebut berhasil mengusir penjajahan mungkin bangsa ini tidak akan pernah lahir atau mungkin setelah itu bangsa ini akan kembali dijajah karena belum siapnya bangsa ini menjadi suatu negara yang modern.

Dalam perjalanannya Allah SWT seakan-akan telah mempersiapkan sebuah Negara-bangsa yakni Indonesia menjadi suatu negara yang modern. Disaat kaum pribumi Indonesia masih terjerembab dalam kebodohan, dengan perantara pemerintahan kolonial Hindia-Belanda yang kemudian memberlakukan poltik etis atau balas budi dengan mendirikan berbagai macam sekolah seperti, Sekolah Angka Dua, MULO, ELS, STOVIA dan lain sebagainya, bahkan dalam perkembangan berikutnya banyak dari para penduduk pribumi yang kemudian bisa melanjutkan sekolahnya di universitas-universitas terkemuka di Belanda. Walaupun hanya sebagian kecil masyarakat Indonesia yang mengenyam pendidikan pada saat itu, akan tetapi kemudian muncullah apa yang kemudian disebut sebagai golongan elit baru  yakni mereka yang mengenyam pendidikan model Barat. Dari mereka kemudian kita kenal berbagai tokoh dengan kepakaran ilmunya masing-masing seperti, Ir Soekarno yang ahli di bidang arsitektur, Hatta yang ahli Ekonomi, Cipto Mangunkusumo seorang dokter yang namanya sekarang digunakan sebagai nama rumah sakit terkemuka di Jakarta,  atau Mr. Soepomo seorang ahli tata negara dan merupakan guru besar di Belanda yang kemudian meletakan dasar-dasar negara ini, dan lain sebagainya.

Dari para elit baru inilah kemudian timbul suatu sikap kesadaran, kesadaran akan pemderitaan yang diakibatkan oleh penjajahan yang kemudian pada akhirnya memunculkan sikap nasionalisme. Kemudian para elit baru ini memperjuangkan kesadaran akan pentingnya Indonesia yang merdeka dengan berbagai cara dalam bermacam bidang seperti, politik, ekonomi, sosial, dan pendidikan.

Akan tetapi kesadaran nasionalisme mereka ternyata masih belum dipahami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang belum mengenyam pendidikan. Nampaknya masih terdapat jarak antara para tokoh tersebut dengan sebagian besar rakyat pribumi, sehingga apa yang dicita-citakan oleh intelektual muda indonesia belum bisa dimengerti oleh sebagian besar rakyat Indonesia yang masih tenggelam oleh kebodohan. Hal ini bisa dimengerti karena pemerintah kolonial Hindia-Belanda berusaha menjauhkan para pemimpin nasional dari rakyat dengan berbagai macam cara seperti pemenjaraan dan pengasingan ke luar pulau atau bahkan luar negeri.

Kemudian dengan kebesaran dan rahmat Allah SWT pulalah pada akhirnya nanti jarak antara para pemimpin nasional dan sebagian besar rakyat Indonesia dapat dipangkas habis. Allah SWT dengan perantara orang-orang Jepang ingin lebih mendekatkan para pemimpin nasional dengan rakyatnya. Setelah berhasil menguasai nusantara, Jepang segera melakukan berbagai macam kebijakan yang sedikit berbeda dengan pemerintah Hindia-Belanda. Jepang mempercayai kepemimpinan birokratis kepada para pemimpin nasional Indonesia seperti, Soekarno dan Hatta dalam Putera (Pusat Tenaga Rakyat), dalam bidang agama Jepang kemudian membentuk MIAI dengan KH. Wachid Hasyim sebagai ketuanya. Selain itu dengan dibentuknya badan-badan militer maupun semi-militer seperti PETA, Heiho dsb, kemudian semakin mendekatkan cita-cita kemerdekaan dengan rakyat Indonesia. Dengan adanya wajib militer oleh Jepang, para pemuda terpelajar dari kota dipertemukan dengan para pemuda yang berasal dari desa, seorang guru seperti Sudirman dipertemukan dengan para petani, para pemuda peranakan Cina dengan para santri dari pesantern, dengan hal inilah pada akhrinya cita-cita kemerdekaan dapat tersebar luas keseluruh Nusantara dan menjadi cita-cita bersama bangsa ini.
Dan sekali lagi Allah SWT memudahkan bangsa ini untuk memeproleh kemerdekaan. Setelah Jepang dikalahkan oleh sekutu dengan dijatuhkannya bom atom di kota Hirosima dan Nagasaki. Status kuo Hindia-Belanda segera dimanfaatkan oleh para pemuda Indonesia, diawali dengan peristiwa Rengasdengklok, pada akhirnya draff teks proklamasi dapat diselesaikan menjelang makan sahur, sehingga kemudian tepat pada hari Jum’at legi pada pukul 10.00 wib pada tanggal 17 Agustus 19945 atau 9 Ramadhan 1366 H, suatu Negara modern telah lahir yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bila kita perhatikan dengan seksama, Allah SWT tidak hanya memberikan keberkahan di bulan Ramadhan kepada bangsa ini dengan memerdekakannya pada tanggal 17 Agustus 1945 atau bulan ramadhan 66 tahun yang lalu, akan tetapi Allah SWT telah mempersiapkan lahirnya Negara Indonesia dengan melalui proses yang sangat panjang. Selain itu, Allah SWT juga memberikan modal bagi bangsa ini berupa kekayaan SDA (Sumber Daya Alam) yang melimpah, posisi yang strategis, keindahan alam, kebesaran sejarah masa lau, keanekaragaman budaya dsb, kepada bangsa ini, sehingga sudah sepantasnya kita sebagai warga Negara Indonesia khususnya kita sebagai umat Islam mengucapkan syukur atas rahmat dan keberkahan yang diberikan Allah SWT kepada bangsa ini.

Pada akhirnya dengan bersamannya momentum hari kemerdekaan Indonesia pada saat ini dengan bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan merupakan bulan dimana diturunkannya Al Qur’an, semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahannya kepada bangsa ini. Kita sebagai masyarakat Indonesia sudah sepantasnya kita bekerja keras agar bangsa ini dapat segera bangkit, sudah terlalu lama ibu pertiwi sedih dan berduka lara, sekarang saatnya kita menghapus air mata tersebut dengan senyum penuh prestasi

16 Agustus 2011
Dari Rantau Jaya untukmu Negeriku
Akur Wijayadi