Jumat, 17 Desember 2010

Sebab Terjadinya Penyimpangan Pemikiran Masyarakat Barat


   Prof. DR. Yusuf al-Qardhawi (1995), seorang pakar fiqh dan pemikir Islam paling terkemuka di dunia saat ini membuat analisis tentang beberapa karakteristik Pemikiran Barat Modern berdasarkan pendekatan Pemikiran Islam, sebagai berikut :

1. TIDAK MENGENAL PENCIPTANYA SECARA BENAR.
   Peradaban Barat modern tidak mengenal ALLAH secara benar, konsep ketuhanan mereka hanya menganggap Tuhan sebagai penguasa langit, tetapi Tuhan tidak berkuasa di bumi. Bumi adalah daerah kekuasaan manusia, dan Tuhan tidak boleh sekali-kali ikut campur dalam urusan-urusan manusia, karena manusia lebih mengetahui tentang apa yang baik bagi dirinya daripada Tuhan, dan Tuhan terlalu suci untuk ikut mengatur semua itu.
  Pemahaman ini bersumber dari konsep pemikiran Aristoteles dan Plato tentang Tuhan. Menurut Aristoteles, Tuhan adalah Maha Suci dan karena ke-Maha Suci-annya itulah maka Tuhan tidak memikirkan segala sesuatu yang diciptakan-Nya (karena Tuhan terlalu suci untuk hal-hal remeh seperti itu) dan Ia hanya disibukkan untuk memikirkan diri-Nya sendiri saja ! Lebih jauh dari Aristoteles, muridnya Plato lebih “mensucikan” Tuhan, sehingga Tuhan menurut Plato tidak memikirkan apa-apa, sebab Ia terlalu suci untuk berfikir, walaupun memikirkan diri-Nya
sendiri…Sungguh menyedihkan.
2. MITOS PRIMETHEUS SI PENCURI API SUCI
  Dalam filsafat Yunani kuno, dikenal sebuah cerita mitos tentang Primetheus si pencuri api suci, seorang manusia penjaga api ilmu pengetahuan milik Tuhan (dewa Zeus), yang kemudian Primetheus mencuri api ilmu pengetahuan tersebut dan melarikan diri ke dunia dan dengan bekal ilmu pengetahuan tersebut ia mampu mengembangkan dan membangun dunia. Tetapi hal itu menimbulkan kemarahan Tuhan, sehingga berakhir pada “perkelahian” antara Tuhan dengan manusia yang dimenangkan oleh manusia.
  Mitos sederhana ini ternyata berdampak begitu mendalam terhadap mayoritas masyarakat Barat. Dua kata kunci (keywords) dari mitos tersebut yang dapat diambil, yaitu konflik manusia dengan Tuhan dan konflik manusia dengan alam. Sebagian besar masyarakat Barat membenci Tuhan yang digambarkan sebagai tidak rela ilmu-Nya dipelajari oleh manusia (hal ini kemudian tercermin pula pada kitab Injil tentang perkelahian manusia dengan Tuhan, ajaran Marx bahwa agama adalah candu bagi masyarakat dan puisi Nietsche yang menyatakan bahwa Tuhan telah mati).
  Kata kunci yang kedua adalah konflik antara manusia dengan alam. Sebagian besar masyarakat Barat menganggap alam sebagai musuh yang harus ditaklukkan (bukan mitra manusia sebagaimana dalam pandangan Islam yang tercermin dalam hadits-hadits Nabi SAW diantaranya : “Gunung Uhud ini mencintai kita dan kitapun mencintainya”; atau dalam hadits lain : “Kalau kalian berperang maka jangan membunuh binatang ternak, jangan menebang pohon-pohon dan membakar ladang-ladang kecuali untuk keperluan makan kalian”), pandangan ini lalu diimplementasikan dalam bentuk eksploitasi terhadap alam, yang bermuara pada kerusakan ozon dan lingkungan serta habisnya energi sumberdaya alam di bumi.
3. TERPERANGKAP ALIRAN MATERIALISME
   Aliran materialisme menjadikan interpretasi atas segala sesuatu berdasar-kan materi semata-mata, apa yang dapat ditangkap oleh panca-indra harus diterima, sementara apa yang diluar itu adalah nonsense yang tidak perlu digubris apa lagi difikirkan. Aliran materialisme ini kemudian berkembang dan menafikan segala sesuatu yang bersifat norma dan akhlaq, menganggapnya sebagai kepura-puraan (dengan menyelewengkan arti kata munafiq) dan pada fase finalnya adalah mengingkari segala yang ghaib.
   Ajaran materialisme lalu masuk ke segala bidang, pepatah time is money tidak lagi memperdulikan apakah uang tersebut halal atau haram, pernikahan tidak lagi ditujukan untuk bersama-sama melaksanakan ridho Allah SWT sekuat tenaga, tetapi mengedepankan nilai materi semata, pendidikan lebih mengutamakan pada konsumsi akal semata dan membiarkan kegersangan batin dan ruhani.
4. BAHAYA ALIRAN SEKULARISME
   Ajaran sekularisme berawal pada abad pertengahan, setelah Barat belajar pengetahuan dari Islam, maka bermunculanlah para ilmuwan dan pakar dengan berbagai teori (yang kemudian ditentang oleh para agamawan disana), yang berbuntut pada terjadinya peperangan antara ilmuwan dengan agamawan dan berakibat pembantaian besar-besaran terhadap para ilmuwan, dengan penyaliban dan pembakaran (termasuk yang terbunuh diantaranya Galileo Galilei di pengadilan Roma, dll). Karena para ilmuwan berada pada kebenaran, maka drama ini diakhiri dengan pemberontakan besar-besaran menentang gereja yang berakibat lahirnya ajaran sekularisme, yang memisahkan agama dari ilmu pengetahuan dan memisahkan agama dari hukum dan negara.
   Sejarah lahirnya sekularisme di Barat yang demikian pahit dan melahirkan permusuhan pada agama dapat difahami. Tetapi beberapa pertanyaan yang crucial dan perlu dijawab adalah : Apa kesalahan Islam sehingga ia juga harus turut menanggung akibatnya ? Apakah karena ajaran Islam bertentangan dengan ilmu pengetahuan, sehingga keduanya perlu dipisahkan ? Bukankah dalam sejarah Islam tidak pernah terjadi samasekali pertentangan antara agama dan ilmu pengetahuan sebagaimana yang terjadi di Barat ? Bukankah ditangan para intelektual Islamlah berkembangnya ilmu pengetahuan dan akhlaq secara bersama-sama, yang kemudian dipelajari dan dikembangkan oleh para sarjana di Barat (ilmu pengetahuannya saja dengan meninggalkan akhlaq) sehingga melahirkan peradaban modern saat ini ? Sekularisasi disatu sisi mengandung kebaikan jika tujuannya adalah untuk melakukan spesialisasi ilmu pengetahuan sesuai dengan bidang ilmu masing-masing. Tetapi akan sangat berbahaya jika tujuannya adalah untuk memisahkan agama dari ilmu pengetahuan, karena anggapan bahwa agama tidak ilmiah dan tidak sesuai dengan logika. Ada bagian dalam agama yang memang bukan bagian kajian dari sains, tetapi bagian yang lainnya sangat sesuai dan dapat dijadikan sebagai dasar bagi kajian ilmiah (pembahasan ini akan lebih diperdalam dalam bab Al-Qur’an dan IPTEK).
   Lebih berbahaya lagi jika agama dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, sehingga setiap orang bebas untuk berbuat maksiat walaupun ia muslim, tanpa seorangpun boleh mencegahnya. Ini jelas bertentangan dengan prinsip Islam yang menganjurkan amar ma’ruf dan nahi munkar dan hadits Nabi SAW : “Ubahlah kemunkaran itu dengan tanganmu, jika tidak mampu maka dengan lisanmu dan jika tidak mampu maka dengan hatimu, tapi itu adalah selemah-lemah iman”. Sebagai seperangkat aturan dan norma, agamapun membutuhkan pengakuan dan institusi dari pemerintah yang menjamin pemberlakuan sanksi bagi pelanggar-pelanggarnya, hal ini demi terpeliharanya sustainability eksistensi dan orisinalitas ajarannya.
5. SUPERIORITAS ATAS BANGSA LAIN
    Kelemahan suatu kelompok, suku, ras, atau bangsa adalah jika ia sudah merasa lebih tinggi dari bangsa yang lain, sehingga menganggap bangsa lain sebagai bangsa yang boleh direndahkan dan dieksploitasi. Superioritas Jerman dengan ras Arianya telah melahirkan rezim Nazisme Hitler dengan korban yang besar, superioritas kulit putih Australia menimbulkan penindasan terhadap bangsa Aborigin sebagai bangsa asli benua tersebut, superioritas kulit putih Amerika telah menjadi alat penindasan terhadap bangsa kulit hitam (Ku Klux Clan) dan
Indian Amerika. Kesemua kesombongan kebangsaan dan ras itulah yang telah mengukir lembaran hitam dalam sejarah manusia dengan penjajahan yang dilakukan bangsa Barat selama ratusan tahun terhadap bangsa Timur serta menimbulkan dua perang terbesar dunia dengan korban jutaan manusia.
    Hal lain yang merupakan kelanjutan dari sikap superioritas Barat atas bangsa lain ini adalah politik hegemoni Barat atas bangsa lain. Dijadikannya PBB sebagai alat oleh Amerika dan Barat untuk melanggengkan kepentingannya, serta lembaga keuangan dunia untuk menjadi penekan bagi negara-negara berkembang membuktikan sikap ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar